Senin, 09 Desember 2013

Browse Manual » Wiring » » » » Cerpen Hilang Selamanya

Cerpen Hilang Selamanya

Sebuah cerpen karya Tania S.K

Hilang Selamanya
oleh: Tania S.K


Termenung naia mengingat ‘dia’, cinta pertama yang sangat berarti dalam cerita hidupnya. Namun telah dua setengah tahun lamanya mereka berpisah dan tak bertemu. Bukan karena mereka pisah dengan keributan, yang biasa terjadi dalam setiap hubungan berpacaran remaja sekarang. Jaraklah yang memaksa mereka tak bertemu lagi setelah perpisahan itu, ‘dia’ sekolah di luar kota, dan mungkin sebulan sekali kembali ke kota naia. Tentu bukan berarti naia dapat bertemu kembali dengan ‘dia’. Dan suatu saat di mana takdir mempertemukan naia dan darent kembali.


Duh, kenapa ya perasaan aku ga tenang, kenapa jadi gemetaran gini. Apa darent? Batin naia dalam hati saat berada di angkutan umum menuju tempat bimbelnya. Yah, darent adalah ‘dia’ yang di maksud naia. Dan tanpa di duga saat ia turun dari angkutan yang ia naiki, seseorang memanggil namanya dalam ramainya jalanan siang itu. Reflek saja ia menoleh sumber suara.

“Nai ! mau kemana? Ayo bareng !” teriak om Neo dari dalam mobil taruna berwarna merah tua itu. Naia sadar itu om Neo, dan mobil’a yang sering di bawa darent saat dua setengah tahun lalu.

“Oh, ga usahlah, makasih om.” Ucap naia sopan. Langsung saja ia beranjak pergi meninggalkan om neo, untuk bergegas ke tempat bimbelnya.

Sore pun tiba, di mana naia baru saja sampai rumah dari bimbelnya tadi. Baru sebentar saja ia membaringkan tubuhnya di kasur, tiba-tiba handphone naia berbunyi. Ia tak kenal nomor itu, dengan ragu ia menjawabnya.

-***-

Naia asik mencari pernak-pernik bersama alex, sahabatnya yang bisa di bilang si tomboy cantik. Yah, alex itu memang cantik seandainya dia bergaya layaknya seorang cewe.

“Eh, al. Coba kamu sekali-kali pake baju yang bener donk”. Ucap naia pada alex.

“Segini dah pake kaos sama jins andalan gw, masih di bilang ga bener?” jawab alex sembari menunjukan gaya khasnya, mengedipkan satu matanya. Yah mau di kata apa lagi, itulah alex. Merekapun turun menuju eskalator di mol itu. Lagi-lagi perasan yang sama seperti saat bertemu om neo waktu itu, kenapa ini? Tanya naia dalam hatinya, dan tiba-tiba saja ia teringat akan darent. Ia berusaha untuk tidak peduli, tapi di depan toko kaset yang ingin naia dan alex masuki, langsung saja seseorang menarik lengan naia yang kecil. Ia kaget sekali dan menoleh.

“Nai !” Sapa seorang cowo yang sangat naia kenal, namun naia tak dapat berkata. Sungguh betapa besar pebgorbanannya selama ini mencari darent, kini darent di hadapannya dan menggenggam erat lengan naia.

“Nai, kenapa seminggu yang lalu kamu bilang gamau ketemu aku?” tanya darent langsung ke pokok pembicaraan.

“Maap.” Hanya seuntai kata itulah yang akhirnya keluar dari bibir naia, sesaat setelah terdiam atas ketidakpercayaannya, kemudian berusaha pergi dari tempat itu. Darent mengerti suasana seperti ini, mungkin naia tak ingin lagi bertemu dengannya, atas kesalahan ia yang tidak menghubungi naia selama bertahun-tahun. Naia pun menghilang dari pandangan darent keluar entah kemana.

“Udah nai, maapin dia. Lo sadar ga itu darent yang selama ini lo pikirin?” Ucap alex berusaha menenangkan, ia tahu sahabatnya itu sedang gundah. Ia mengerti naia sebetulnya ingin bertemu, namun naia ingin belajar melupakannya.

“Ga bisa! Seminggu lalu dia nelfon dan mau ketemu. Tapi aku tolak, karena dia bilang mungkin kita ga bisa kaya dulu lagi.” Jawab naia, yang gemetaran tak sanggup mengingat darent kembali. Hampir saja ia menangis. Alex pun hanya ber ‘oh saja, dan mengantar naia pulang.

-***-

Sungguh liburan yang kurang menyenangkan bagi naia. Padahal sudah seminggu lalu kejadian bertemu darent itu berlangsung, dan sampai kemarin pula terakhir darent kembali namun tak di anggap oleh naia. Ia fikir semuanya sia-sia, liburan 2 minggu ini membuat naia lelah, tapi minggu depan sekolah sudah kembali aktif, dan memaksa naia harus cepat memuaskan diri dengan jalan-jalan atau wisata kuliner. Seperti biasa bersama alex, karena selalu saja dia yang punya waktu untuk naia. Memang sahabat terbaik bagi naia, selalu ada saat butuh, sedih, dan bahagia bersama. Mereka keliling kota untuk menemukan hal baru dan seru. Tak lupa wisata kuliner di saat perut sudah memanggil, mereka pun asik berfoto-foto, seolah tak ada beban yang di pikirkan naia.

Tapi tiba-tiba saja hati naia sakit sekali, sepertinya sesak. Alex yang khawatir menuntun naia duduk di warung bawah pohon di atas trotoar, yang berada tepat di belakang mereka berdiri saat ini.

“Ada apa nai?” tanya alex khawatir.

“Gatau al, dada ku sesak banget, sakit.” Rintih naia, padahal seingat dia, tak punya penyakit hati atau asma sekalipun. Saat itu pula ibu darent yaitu tante gina menghubungi naia.

“Halo, ada apa tante?” ucap naia sopan.

“Nai, tolong segera ke rumah tante ya! Secepat mungkin.” Jawab tante gina yang terdengar sedih. Setelah menutup telfon, langsung naia melesat cepat ke rumah darent yang tak jauh dari rumahnya dengan motor matik alex. Sesampainya di rumah, terlihat sepi. Hanya ada tante gina dan om Neo yang sedang menangis.

“Om, tante, ada apa sebenarnya?” tanya naia yang sangat khawatir. Tante gina pun menjelaskannya, dan memberi sepucuk surat. Perlahan naia membukanya yang sudah meneteskan air mata.

To: naia

Maapin aku yang ga bisa jadi sempurna untuk kamu. Aku tau kamu benci sama aku, tapi maafkan aku. Aku mengatakan kita tak bisa bersama karena aku sakit, penyakit yang dapat merenggut jiwaku, aku ga bisa menjaga kamu seperti dulu, nai. Dan kini mungkin aku udah di alam ku sendiri, namun aku akan selalu menyayangimu. Waktu itu, aku ingin mengatakan bahwa waktuku ga lama lagi, tapi kamu pergi begitu saja. Aku mengerti. Dan aku pun pergi dari kehidupan kamu. Aku udah tenang ko, karena aku tau kamu masih sayang aku.

Kamu adalah yang pertama dan terakhir untuk aku, terimakasih.

Tak sanggup menahan sakitnya, naia terduduk di bawah kaki tante gina. Alex dan om Neo pun berusaha menenangkannya. Yah, kemarin adalah saat terakhir darent berada di hadapannya, ia telah pergi. Naia sungguh menyesal, penyesalan yang kedua kalinya. Sungguh bodoh sekali ia, darent membutuhkannya tapi naia malah meninggalkannya. Terus saja naia menyalahkan dirinya. Ia sayang pada darent, dia cinta pertama, yang mengenalkan arti cinta sejati padanya. Ia kesal pada dirinya, dan mengingat betapa sebenarnya yang di lakukan darent itu sangat tulus .

Apa daya, semua telah terjadi. Setiap minggu naia selalu berkunjung ke makam darent, ia berjanji untuk bisa menjadi yang lebih baik, dan tak akan menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Karena ia telah belajar dari semuanya.

Janganlah kita menyia-nyiakan seseorang yang berusaha tulus pada kita. Sebelum kita tau apa sebenarnya maksud dia, dan hargailah perasan seseorang baik itu orang tua, keluarga, teman, sahabat, pacar, bahkan orang lain sekalipun. Karena suatu perjuangan akan sia-sia untuk kita yang tak bisa menerimanya.



By : Tania Sk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar